Antara Secangkir Kopi, Pandemi Covid-19 dan Rasa di Dalam Hati


Setelah hampir 2 minggu tanpa ngopi, ternyata aku bisa, walau ada rasa yang berbeda, hal ini dimulai setelah hampir sepekan lebih banyak di rumah orang tua di kampung, salah satu dusun agak terpencil.

Ditengah pandemi coronavirus disease (covid-19) melanda Indonesia Raya, nyai (baca : nenek) ku terkena sakit dibagian perut sampai hampir keseluruh badannya dirasakan sakit sehingga lebih kurang 1 minggu sudah dia tidak bisa lagi untuk duduk bahkan untuk baring menghadap kiri dan kanan saja meronta kesakitan.

Mak (baca : Ibu) ku tersayang anak perempuan satu-satunya dari 3 bersaudara selalu harus stand by mendampingi nyai, buang air kecil dan buang air besar menggunakan pispot ataupun pempers, mandi hanya di uras (di lap menggunakan handuk basah), begitu resahnya nyai dengan penyakit yang ada.

Di umur yang sudah lanjut usia, bisa jadi hampir 90 an, nyai masih jelas dalam penglihatan, hanya pendengaran sedikit berkurang, namun soal rasa jangan di tanya, seperti sebuah rasa akan penghambaan dia kepada sang pencinta, Allah SWT.

Meski berbaring, Dia tetap melaksanakan sholat, dibantu Mak untuk berwudhu, kala melihat nyai terbaring selalu sholat, diriku tersentak dan merasa masih hina sebagai hamba. I luv u so much nyai ku.

Bolak balik sudah hampir satu minggu aku lakoni antara Muara Tebo dan Pauh Paji, sembari berdo'a di dalam hati, semoga nyai kembali sembuh.

Rasa ingin ngopi pun semerta hilang, terabaikan oleh virus corona, hehe. Maaf, sebenarnya virus Ayah di rumah yang aktif ngeteh, walau dulu aslinya tukang ngopi, setelah anjuran dokter dia berhenti, meski kerinduan akan rasa kopi ikut serta di rasakannya, beberapa kali coba ngopi dengan bersembunyi dari istri tercinta, akhirnya ketahuan juga, hahaha. Ayah, Jangan ngopi lagi ya. Ngeteh aja. I luv u Full My Father sang super hero bagi kami anak-anakmu.

Stay at Home (Dirumah Bae bahasa Jambinya) atau Di Rumah Aja, himbauan pembatasan kegiatan bersosial dari pemerintah gencar terdengar, tampaknya ini sudah aku lakukan, dikala nyai sedang sakit, akupun memilih pulang.

Tanpa tabungan mumpuni dan gaji bulanan yang tetap, ini sangat tepat dikatakan perbuatan "NEKAD".

Hidup hari ini lebih baik dari hari kemarin, berusaha esok lebih baik dari hari ini, kalimat penyemangat yang pernah aku dengarkan.

Sabtu, 4 april 2020 siang, aku bersama sepupuku Dani kembali pulang ke Dusun menjemput nyai dan akan dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Thaha Syaifuddin (STS) Kabupaten Tebo.

Hari ini memasuki hari kelima, aku yang selalu stand by bersama Mak tersayang menemani nyai terbaring di ruangan Mawar.

Senin 8 april 2020, tulisan yang dimulai pagi belum terselesaikan, beberapa kali break oleh berbagai hal, Perawat dan dokter silih berganti memasuki ruangan.

Tadi pagi Dokter bilang, kalau Pukul 14.00 WIB nyai akan di USG, dari hasil rontgen tempo hari, diagnosa dokter ada benjolan di dalam perut yakni batu empedu, kemudian tadi siang aku dan perawat membawa nyai ke salah satu ruangan di bagian depan, dokter sudah menunggu untuk melakukan USG.

Tak berselang lama selesai, aku dan perawat kembali mendorong tempat tidur Nyai ke ruang mawar, setiba diruangan, Mak bertanya hasil USG nyai, aku menjawab dengan candaan "Alhamdulillah mak, anak nyo jantan (baca : anaknya laki-laki), Mak yang tadinya serius menjadi tertawa terpingkal, hahaha saat itu lagi ada abang tertua ku, kami bertiga tertawa bersama, hahaha, sedangkan perawat tampak serius memasang alat ditangan nyai. (bisa jadi dalam hatinya juga menahan tawa) haha. Cukup jenaka hari ini.

Tak terasa malam ini adalah malam kelima sudah berada di Rumah Sakit ini, apakah ini rasanya 'lockdown'?

Berita pandemi covid-19 belum usai, RSUD STS yang biasa ramai kini lengang, namun aktivitas disini berjalan normal, semoga semua yang sakit bisa pulang dan sembuh total.

Himbauan untuk memakai masker kian gencar, namun petaka barang tersebut sulit untuk di dapatkan, semua apotik kehabisan barang, di rumah sakit si perawat bilang, setiap hari masker dijatah satu perorang.

Kok bisa begitu ya? Aku jadi heran.

Sebentar lagi akan memasuki Ramadhan, Tarawih, Witir dan Puasa yang selalu dirindukan.

Dan malam ini ternyata adalah Nisfu Sya'ban, Nabi Muhammad menganjurkan agar giat beramal.

Sampai disini aku terhenti untuk sedikit mengevaluasi diri, setidaknya berikrar di dalam hati, hari esok harusnya lebih berarti.

Sungguh hari-hari yang berarti, setiap hari bersama mak dan nyai, dua wanita ini memberi banyak semangat, wah apa lagi nanti kalau si bebeb sudah menjadi Istri.

Lekas sembuh nyai, semoga niat mu ingin melihat diriku nikah akan terkabul nanti.

Kembali ke kopi, malam tadi sempat ku nikmati, tadi pagi ku sruput lagi, kemudian malam ini kembali secangkir lagi, untuk menuntas tulisan ini "Antara Secangkir Kopi, Pandemi Covid-19 dan Rasa di Dalam Hati"

Stay at Home berubah menjadi Stay at Rumah Sakit, menikmati dan mensyukuri, setiap hari diantar makanan oleh Ibuk (ipar mak ku) bergantian dengan ayuk sepupu ku.

Semoga pandemi covid-19 lekas hilang, keadaan kembali kondusif menyambut ramadhan dan idul fitri.

Ini tentu rahasia Ilahi, bisa jadi melalui penyakit membuat kita bersilaturahmi, saling memotivasi dan memberi.

Semua tergantung kita menyikapi, satu hal yang harus diketahui, bahwa Ibu ingin anak-anaknya mengerti, bahwa selalu ada rasa di dalam hati.

Di tulis di Ruangan Mawar, RSUD STS Tebo

Dengan cinta dan kasih sayang, dari Tebo untuk Semua

Post a Comment

0 Comments